Pada dasarnya, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat saling berinteraksi dengan anak-anak non-ABK. Namun, pengucilan di masyarakat membuat hal ini diabaikan. Artinya, ABK tidak mendapatkan ruang untuk berinteraksi dan belajar bersama non-ABK.
Maka itu, sebagai instansi pendidikan, sekolah perlu memberikan penerimaan, pemahaman, dan memperhatikan keragaman siswa—baik secara sosial, akademis, fisik, kognitif, dan emosional.
Untuk mencapainya, dibutuhkan pendidikan inklusi. Tidak hanya dalam praktik sekolah, melainkan mempersiapkan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.
Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan, yang memberikan kesamaan akses dan kesempatan kepada semua siswa untuk belajar.
Dalam hal ini, sistem pendidikan harus membuat seluruh siswa merasa disambut, tertantang untuk berkembang, dan menerima dukungan. Karena itu, dibutuhkan tenaga pendidik dan stakeholder dalam bidang pendidikan, untuk menciptakan inklusivitas dalam sistem pendidikan.
Sebagaimana penjelasannya, pendidikan inklusi memberikan kesempatan bagi seluruh siswa—termasuk ABK—untuk belajar. Sebab, sampai saat ini ABK masih menerima diskriminasi dari masyarakat. Salah satunya dikecualikan karena dianggap memiliki kemampuan berbeda.
Dalam hal ini, sebagai instansi pendidikan, sekolah dapat menciptakan komunitas yang inklusif. Siswa pun—termasuk ABK—akan memiliki pengalaman sosial dan belajar yang sama, sekaligus merasa diterima.
Di samping itu, siswa juga akan mengenal keberagaman dan memahami, orang-orang di sekitarnya punya berbagai latar belakang. Selain membantu siswa untuk menghormati dan menghargai satu sama lain lewat interaksi sehari-hari, perlahan stereotip terhadap ABK pun terpatahkan.
Dalam menciptakan pendidikan inklusi, diperlukan latar belakang tenaga pengajar—atau guru—yang mumpuni. Pasalnya, dalam instansi pendidikan, guru merupakan sosok yang bertanggung jawab untuk mendidik siswa.
Namun, realitasnya belum banyak guru yang memiliki pengetahuan ataupun keterampilan dalam menangani ABK. Mereka belum sensitif terhadap permasalahan yang dihadapi ABK, sehingga sering kali masih membedakan perlakuan pada peserta didik.
Karena itu, dibutuhkan edukasi supaya guru memiliki kesadaran dan kemampuan dalam menjalankan pendidikan inklusi. Hal ini termasuk memahami kebijakan proses pembelajaran dalam memenuhi kebutuhan layanan setara, kode etik guru, dan anak-anak dari komunitas yang termarginalkan.
Untuk mencapai hal tersebut, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah kuliah jurusan pendidikan inklusi. Sebagai politeknik swasta, Bentara Campus menghadirkan program studi Pendidikan Inklusi pada tingkat Diploma 3 (D3).
Namun, jurusan tersebut tidak berfokus pada shadow teacher—atau guru pendamping, tetapi metode pembelajaran yang inklusif.
Pendidikan inklusi di Bentara Campus juga belajar mengaplikasikan metode belajar untuk ABK, maupun siswa non-ABK, di samping kemampuan mengajarkan seluruh mata pelajaran. Hal ini menjadi pembekalan dalam metode pembelajaran di jurusan pendidikan inklusi di Bentara Campus.
Lebih dari itu, mahasiswa jurusan pendidikan inklusi di Bentara Campus juga akan mendapatkan pembelajaran yang menggabungkan teori, riset, dan praktik langsung sesuai bidangnya.
Jika Anda belum familiar, ada berbagai macam profesi guru dalam pendidikan inklusi. Di antaranya guru di sekolah luar biasa, shadow teacher, dan guru privat. Sementara profesi lainnya adalah dosen, terapis, dan pengasuh.
Dikarenakan berfokus pada pendidikan, mahasiswa jurusan pendidikan inklusi dapat mengikuti program magang di instansi pendidikan, seperti sekolah. Lewat program magang, mahasiswa mampu menerapkan ilmu pengetahuannya yang dipelajari selama perkuliahan.
Selain itu, mahasiswa akan belajar mengenal keberagaman dalam diri peserta didik, sekaligus kebutuhan mereka. Dengan demikian, mereka akan terbiasa menerapkan inklusivitas di lingkungan pendidikan.