Belakangan ini, kesehatan mental sering dibicarakan di media sosial, terutama di kalangan generasi milenial dan Z yang memiliki kesadaran lebih terhadap kesehatan mentalnya. Salah satu isu yang dibahas adalah quarter life crisis. Jika Anda belum familier, pengertian quarter life crisis adalah periode ketidakpastian dan pencarian jati diri saat individu berusia 20 hingga 30-an.
Krisis ini didorong oleh ketimpangan antara tuntutan dengan perkembangan masa dewasa. Sebab, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi saat dewasa, seperti mandiri secara mental, finansial, dan memiliki jenjang karir yang baik. Maka itu, umumnya seseorang yang mengalami quarter life crisis merasa takut dan khawatir dengan masa depannya.
Perasaan takut dan cemas itu didukung oleh pertanyaan apakah tujuan hidupnya dan pilihan yang diambil benar atau salah. Pasalnya, selama bersekolah, seseorang memiliki tahapan yang pasti. Misalnya dari Sekolah Dasar (SD) akan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Begitu seterusnya hingga kuliah. Setelah lulus kuliah, barulah muncul pertanyaan apa yang akan dilakukan dalam hidupnya.
Sebenarnya, quarter life crisis merupakan respons individu terhadap ketidakstabilan yang memuncak, perubahan yang konstan, dan terlalu banyaknya pilihan yang disertakan perasaan panik dan tidak berdaya—sebagaimana dijelaskan oleh Afnan, Fauzia, dan Tanau (2020).
Ada beberapa tanda-tanda seseorang mengalami quarter life crisis. Yaitu munculnya emosi negatif seperti cemas, frustasi, dan merasa kehilangan arah. Dikhawatirkan, tanda-tanda tersebut mengarahkan individu pada berbagai gangguan kesehatan mental—seperti depresi dan stres. Di samping itu, terdapat tanda-tanda quarter life crisis lainnya.
Ketika mengalami quarter life crisis, seseorang cenderung merasa berada di situasi yang membuatnya sulit berkonsentrasi, atau menemukan kesenangan. Hidupnya seperti autopilot, merasa gelisah, dan terdesak untuk melakukan suatu perubahan. Meskipun ia tidak tahu perubahan seperti apa yang dibutuhkan.
Dalam masa quarter life crisis, tekanan untuk mengambil keputusan sering kali jadi jauh lebih sulit. Pasalnya, ada ketakutan ketika berhadapan dengan pilihan, yakni merasa pilihannya tidak tepat. Hal itu biasanya dirasakan, ketika seseorang sedang mengeksplorasi banyak pilihan berbeda, sekaligus menganalisis pro dan kontra dari keputusan yang hendak diambil.
Saat mengalami quarter life crisis, seseorang kerap berbicara pada dirinya sendiri secara negatif yang justru memperburuk keadaan. Akibatnya justru meyakinkan diri, untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Kalimat-kalimat yang diucapkan seperti meyakinkan diri bahwa orang lain tidak menyukainya, dan perasaan bahwa ia satu-satunya yang masih berjuang karena orang-orang di sekitarnya telah mencapai kehidupan yang diinginkan. Sikap ini menyebabkan seseorang lebih sensitif dan mudah marah, sehingga mendorong orang lain untuk menjauh darinya.
Ketika masih kecil, Anda mungkin membayangkan akan memiliki banyak hal saat berusia 25 atau 30 tahun. Begitu mencapai usia tersebut dan belum berhasil mendapatkannya, muncul perasaan sudah kehabisan waktu. Padahal, pencapaian itu bisa diraih kapan pun selama masih ingin memperjuangkannya.
Hal ini dipengaruhi oleh diskursus di media sosial, yang kerap menjadikan usia sebagai tolok ukur pencapaian. Padahal, bukan berarti Anda gagal jika tidak memiliki pencapaian di usia tertentu—ataupun jika hidup yang dijalankan tidak sesuai ekspektasi.
Lalu, apa penyebab quarter life crisis lainnya?
Ada beberapa kondisi yang sering memicu quarter life crisis, di antaranya:
Dalam buku Quarterlife Crisis: The Unique Challenges of Life in Your Twenties (2001), penulis Abby Wilner dan Alexandra Robbins menjelaskan lima fase yang dialami individu dalam periode quarter life crisis. Antara lain:
Walaupun terasa sangat berat, quarter life crisis dapat dilihat sebagai waktu untuk mengevaluasi hidup, dan membuat keputusan yang lebih baik. Kendati demikian, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghadapinya:
Membandingkan diri dengan orang lain akan membuat Anda semakin khawatir, dan semakin membuang waktu. Karena itu, lebih baik Anda belajar menerima diri sendiri, dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
Dengan demikian, Anda bisa mulai mencari tahu apa yang diinginkan dan dibutuhkan, sebelum melakukannya. Namun, perlu diketahui jawaban itu mungkin tidak langsung ditemukan. Anda bisa fokus melakukan apa pun yang sedang dikerjakan dengan baik.
Setelah berhenti membandingkan diri dengan orang lain, lakukan hal-hal yang sesuai ketertarikan Anda. Hindari terjebak dalam tuntutan, Anda harus melakukan berbagai hal yang dilakukan orang-orang lakukan. Meskipun kedengarannya sulit, Anda bisa mengevaluasi dengan hal-hal yang disukai, dipedulikan, dan yang bisa dilakukan.
Setelah memahami apa yang diinginkan, Anda bisa menetapkan tujuan ketika membuat rencana masa depan. Hal ini penting, untuk mengetahui langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan.
Kemudian, identifikasi masalah yang kemungkinan ditemukan, beserta alternatif solusinya. Namun, Anda perlu mengingat bahwa rencana tersebut fleksibel, dan dapat berubah sesuai realitas yang dihadapi.
Berada di sekeliling orang-orang yang bisa mendukung impian dan cita-cita, juga bisa menjadi cara menghadapi quarter life crisis. Anda bisa mencari orang-orang yang memiliki minat yang sama, atau menginspirasi untuk menjadikan Anda pribadi yang lebih baik. Dengan demikian, Anda tidak akan merasa sendiri dalam menjalani hidup.